JURNAL TUR GLOBAL D.I.Y CONSPIRACY 2015

Posted in Gig Reports with tags , , on October 9, 2017 by kontrasosial
Catatan: Tulisan ini dibuat dalam jangka waktu berbeda, dikarenakan permasalahan teknis dan mood yang semena-mena. Tulisan ini pula telah dimuat dalam Zinedikat Pesta Kebon issue Juli 2017 dari teman-teman Denpasar Kolektif.
Sedari dua tahun sebelumnya kami bersama jaringan kolektif dan individu lepas Manila berencana untuk mengorganisir rangkaian tur Kontrasosial di Filipina. Langkah awal pengorganisiran dilakukan oleh Sickos Records dan Delusion of Terror dengan merilis dan mendistribusikan album Kontrasosial Vol. 4 dalam bentuk kaset pita disana. Sedangkan para personil Kontrasosial mengumpulkan sedikit‐demi‐sedikit dana untuk mensiasati kekurangan ongkos dan kebutuhan selama tour. Beberapa tanggal mesti dijadwal ulang menyangkut persiapan, pula terkadang pada bulan‐bulan tertentu badai menerjang Filipina. Musim panas bulan Agustus 2015 akhirnya menjadi pilihan. Pun masa terkait bertepatan dengan rangkaian tur Asia Tenggara dari Ayperos, maka kami memutuskan untuk melakukan tur ini bersama. Kontrasosial dan Ayperos berkongsi untuk memulai tur yang diberi tajuk “Global D.I.Y Conspiracy Tour 2015” itu dari Kota Kinabalu, Sabah.
Kota Kinabalu, Sabah – Agustus 22
Ketika berbaris dalam antrian panjang di pintu imigrasi Bandara Internasional Kota Kinabalu saya teringat perihal kawan‐kawan dari Tersanjung 13 yang pernah tertahan satu malam di bandara tersebut –sebelum dipulangkan keesokan harinya dan tak dapat menyelesaikan tur mereka, hanya karena keteledoran petugas imigrasi yang lalai memberi stempel keluar dari teritori negara. Untunglah ingatan itu tak membuat saya gugup menjawab, lebih tepatnya berbohong, bahwa tak ada jadwal penampilan disana. Hanya transit. Untuk pergi lagi dua hari berikutnya. Tentu saja kami perlu bohong. Sang petugas acap kali mengira kelompok musik bisa menghasilkan uang disetiap penampilan. Dengan itu kami diharuskan untuk menggunakan izin kerja. Bukan izin kunjungan biasa. Tidak, biasanya tidak ada uang yang kami hasilkan dari rangkaian tur mandiri. Kalaupun ada, dari pembagian hasil penjualan tiket acara dan lapak dagangan, kami gunakan untuk menutupi ongkos transportasi. Mengorganisir secara mandiri rangkaian tur itu soal hasrat dan kesenangan, bukan soalan uang. Walau tentu kami harus bersiasat dan berhitung sedemikian rupa.
Hampir jam sebelas malam ketika kami disambut oleh teman‐teman Kinabalu dan Ayperos yang terlebih dahulu tiba di tempat yang telah disediakan untuk bermalam itu. Tak ada waktu terlalu lama untuk basabasi, kamipun lalu disuguhi berkaleng‐kaleng bir, tapai yang serupa arak beras lokal dan juga beberapa botol whiskey hasil curian dari pesta penikahan. Tentu saja malam itu berujung pada kegilaan tawa mabuk yang penuh dengan dansa‐dansi, juga muntah berserak di karpet dan kasur kamar.
Kota Kinabalu, Sabah – Agustus 23
Peralatan musik dan barang dagangan masuk dalam mobil, diangkut menuju tempat yang baru saja kemarin mendadak dipindahkan, sedang kami bergerak menggunakan transportasi umum. Jarak yang tak terlalu jauh tidaklah cukup memberi sekilas penglihatan perihal keadaan kota. Entah karena efek kebanyakan minum alkohol semalam mempersingkat ingatan atau bagaimana, tahu‐tahu kami telah berada disekitaran Karamunsing. Lapak dagangan dipersiapkan, obrolan singkat bersama kawan-kawan setempat bergulir dan sayup terdengar raung distorsi XRDM memanggil kegembiraan berikutnya. Powerviolence! Membuat saya kembali berenergi. Apalagi putaran whiskey dan arak lokal kembali beredar. Sialnya, aktivitas itupula lah yang membuat saya melewatkan penampilan band kedua. Lalu Ayperos menghajar lantai penampilan. Setting tempat acara yang hanya menggunakan satu sumber penerangan dari kilau lampu natal menambah aura pesta kegelapan necropunk mereka. Penonton merangsek masuk lebih dalam ketika Kontrasosial mempersiapkan bebunyian. Di dua lagu pertama saya mengajak gitar berdansa sembari memejamkan mata, tak terlalu ambil pusing dengan kualitas suara musik, hanya mencoba untuk menyalurkan energi dan bersinergi dengan personil lain disana. Dan energi tersebut sempat meledak sehingga tali senar nomer empat putus. Terpaksa, saya mesti meminjam gitar agar penampilan bisa terus berlangsung.
Memang disayangkan, saat itu Kontrasosial memutuskan untuk tidak menyelesaikan keseluruhan daftar lagu penampilan. Karena beberapa kelompok penonton sempat terlibat dalam perkelahian. Kami beranggapan apabila kami meneruskannya, perkelahian akan menjadi terlalu besar, dan bisa mempersulit kawan‐kawan di Jalan Gelap Kolektif untuk mengorganisir kegiatan berikutnya. Gimanapun juga, secara keseluruhan, kami dapat momen yang begitu menarik disana.
Selepas keceriaan acara dan mengisi perut di kedai makan, kami kembali beranjak menuju tempat peristirahatan. Tak lain untuk kembali menikmati bir dan minuman keras yang entah darimana kawan‐kawan Kinabalu bisa menyediakannya. Semoga tidak terlalu membebankan mereka. Pesta keriaan kembali terjadi, walau tidak seliar malam sebelumnya, tapi cukup untuk membuat beberapa kawan kembali tepar. Mabuk.
Metro Manila – Agustus 24
Sore itu begitu bersahabat. Kesegaran udara setelah hujan segera menghapus ekspektasi buruk kami menghadapi panas ekstrim disana. Perlakuan petugas imigrasi tidak terlalu mempermasalahkan perihal peralatan musik yang kami bawa. Hanya saja untuk memasuki Filipina, kami perlu menunjukkan bahwa kami telah memiliki tiket pulang. Ya, kita perlu belajar membuat tiket dummy untuk mengelabui imigrasi, agar seolah kita sudah memiliki rencana matang menyangkut kepulangan. Beberapa kawan, termasuk seorang teman dekat dari Bandung yang sudah menghabiskan seminggu di Manila, hadir untuk menyambut kedatangan. Setelah ramah tamah obrolan singkat, kami berjalan bersama untuk mendapatkan taksi diluar area bandara, karena acap kali taksi di area bandara memasang tariff yang terlalu tinggi. Taksi yang saya tumpangi disetiri oleh sopir yang terlampau semangat dan bahagia. Sumeringah dan begitu banyak tawa. Disinyalir dia sedang dalam pengaruh tinggi oleh crystal amphetamine, yang katanya teramat sangat gampang didapat di sekitaran Manila. Untung saja dia masih bisa mengendalikan kemudi walau kadang memberi kita sedikit sport jantung. Kami sampai dengan selamat di daerah Bicutan, tempat seorang kawan seniman jalanan yang merelakan berbagi tempat tinggal merangkap studio seninya untuk ditempati oleh sebelas orang crusties berbau asam keringat.
Setelah menghisap beberapa linting ganja, kami semua memutuskan untuk mencari makan sekalian membeli beberapa botol bir lokal yang kandungan alkoholnya cukup tinggi; red horse extra strong. Itu pula kali pertama saya sadar bahwa makanan khas Filipina begitu banyak menggunakan cuka. Asam dan kecut. Namun sangatlah menarik untuk bisa merasakan kuliner setempat. Pemandangan para satpam penjaga menenteng senjata laras panjang, dan bahkan shotgun didepan jajaran pertokoan merupakan pemandangan baru bagi kami.
Menurut cerita singkat, aksi perampokan bersenjata disana bisa terjadi kapan saja, bahkan saat siang bolong dijalan umum yang penuh lalu lalang pejalan kaki. Ah, oke deh, sebaiknya kami beranjak dari pinggir jalan ini. Akhirnya kami menghabiskan sore menikmati pemandangan kota Manila dari atap gedung apartemen dengan berbotol‐botol red horse dan lintingan ganja. Dan ketika hari beranjak malam, kami meneruskan pesta sembari mendengarkan band‐band layak dari Filipina. Hingga akhirnya kantuk mengingatkan saya untuk beristirahat.
Dasmarinas – Agustus 25
Transportasi umum khas Filipina, jeepney, mengangkut kami beserta segala barang bawaan menuju Sebo Pacific, resto sederhana milik seorang kawan yang memberi dukungan penuh pada tur ini. Resto yang menyajikan penganan berbahan dasar daging babi dengan iringan backsound grindcore sekencang mungkin. Sore itu kami tidak menghabiskan waktu di resto terkait, kami pindah tempat nongkrong di depan toko merangkap studio tattoo, tidak jauh dari sana. Kami sungguh tak mau mengganggu sang empunya resto untuk menjalankan bisnis kulinernya.
Setelah berliter‐liter bir dan hisapan ganja secara diam‐diam didalam toilet, kami perlu bercakap dalam wawancara didepan kamera. Salah seorang kawan membuat projek film mandiri tentang keberlangsungan tur ini. Tentu saja saya dalam keadaan giting saat menjawab pertanyaan‐pertanyaan tersebut. Untungnya para kawan lain datang dengan membawa beberapa botol brandy. Cukuplah untuk menstabilkan kegitingan terkait. Malam itu kami semua kembali dan menumpang tidur di resto Sebo Pacific, dalam keadaan lelah dan mabuk.
Cavite, Dasmarinas – Agustus 26
Pagi, setelah sarapan besar penuh daging, kami semua berangkat menuju Cavite. Kembali menggunakan jeepney. Hawa panas sepanjang jalan sudah tidak kami hiraukan lagi. Percuma untuk terus menerus mengusap keringat, biarlah cairan itu mengalir membasahi badan dan kaos yang kami kenakan. San Nicolas Covered Court merupakan ruang terbuka bagi pelbagai komunitas di wilayah Cavite. Beberapa aktivitas tengah berlangsung ketika kami tiba; kolaborasi mural di tembok jalan, lapak perpustakaan zine, lapak gratis, radio jalanan, permainan skateboard, workshop mewarnai bersama anak kecil, eksebisi karya seni bermediakan material bekas, dan juga tabling Food Not Bombs. Tentu saja ini kesempatan untuk ikut terlibat semampu kami dalam aksi tersebut. Meskipun tentu saja kami menyelingi aksi terkait sambil berbagi gin lokal, yang mana cukup memabukkan. Saat senja menjelang gelap, sebelum acara musik berlangsung, pemutaran film mandiri pun dimulai. Mungkin dikarenakan saya telah terlalu mabuk, tak satupun nama band yang bisa saya ingat. Bahkan saya tak ingat bagaimana penampilan Ayperos, atau bahkan Kontrasosial sekalipun. Tapi saya rasa saya ada dalam situasi yang begitu menyenangkan dan kembali ingat akan hasrat saya untuk terlibat dalam jaringan D.I.Y punk. Dan barangkali kadar mabuk saya telah menurun ketika dipenghujung acara, karena saya bisa ingat tentang sebuah kelompok yang memainkan musikalisasi puisi bercampur rap dan sebuah kolektif yang menampilkan dansa api. Selepas acara musik tersebut kami berjalan tidak terlalu jauh menuju sebuah squat untuk numpang istirahat satu malam. Disana kami kembali mengumpulkan uang untuk membeli bir dan minuman keras. Salah seorang dari kami terlibat debat keras semalam suntuk mengenai kepercayaan Khrisna yang diakulturasikan pada sub‐kultur punk. Sedangkan saya sudah terlalu lelah dan menemukan posisi nyaman untuk merebah, maka dengan mudahnya terlelap tanpa sempat mencicip lagi minuman keras terkait ataupun ikut menyimak perdebatan mereka.
Cubao, Quezon City – Agustus 27
Pagi hari, kami kembali ke resto menggunakan jeepney untuk jamuan makan yang diteruskan dengan sajian dua krat bir red horse dan dua botol emperador. Setelah cukup mabuk kami meneruskan perjalanan dengan menyewa angkutan gelap, menimbang barang bawaan kami yang cukup bejibun. Entah berapa lama durasi waktu yang ditempuh, saya begitu mabuk untuk mengira‐ngira jarak, karena putaran bir masih saja berlangsung didalam mobil. Sesungguhnya kunjungan ke Cubao tak ada dalam jadwal tur ini, namun dengan pertimbangan kami mesti melewati daerah tersebut untuk mengambil bis menuju Pampanga dan adanya beberapa kolektif mandiri disana, kami sontak mengamini petualangan spontan tersebut.
Rumah kolektif mandiri yang terletak di sebelah terminal diantara gang sempit tersebut diberi nama Flying House. Ruang tak begitu luas yang terbagi oleh warung kecil, perpustakaan alternative, galeri karya, dapur Food Not Bombs, tempat pengumpulan barang lapak gratis, dan terkadang dijadikan tempat latihan musik. Rumah tersebut telah dikelola secara mandiri selama tujuh tahun oleh enam orang yang menjadi penghuni tetap disana. Tepat di hari tersebut mereka menggelar lapak gratis dan Food Not Bombs di emper pertokoan jalan raya. Tidak sampai tiga puluh menit semua barang dan makanan ludes terbagikan.
Sekembalinya ke Flying House kami lalu mempersiapkan alat‐alat musik seadanya yang tersedia disana. Meskipun minimal, namun hasil suara sangatlah maksimal. Sebagian kecil kawan mulai berkumpul. Emperador, red horse dan tahu pedas mulai disajikan. Ayperos memulai penampilan dengan ciamik, dan sangat terlihat jelas mereka begitu menikmati moment tersebut. Diseling dengan penampilan band powerviolence keren, yang sayang sekali saya tak dapat mengingat namanya. Tapi yang pasti namanya diambil dari judul film berbahasa tagalog. Lalu Kontrasosial menutup pesta kecil nan intim itu. Layaknya semua band yang tampil saat itu, kamipun begitu menikmati penampilan kami. Bahkan kami dapat dengan jelas menceritakan lagu baru bertitel “Setengah Binatang” yang berusaha menyampaikan persoalan konflik masyarakat Papua melawan pandangan rasialis pemerintah Indonesia. Pula di kesempatan itu kami memainkan “Manifesto Kontrasosial” dua kali, dikarenakan seorang teman yang banyak membantu terlaksananya tur ini datang terlambat dan ingin saling bertukar energi pada lagu tersebut.
Tengah malam selepas dua krat bir dan percakapan berbagi informasi soal projek venue mandiri Rumah Pirata juga berbagai pergerakan alternative di Bandung, kami kembali beranjak menuju kota berikutnya menggunakan bis umum. Diberitahukan pula kepada kami bahwa malam ini kami akan menginap disebuah hotel yang tidak terlalu mahal. Hotel mesum yang hampir disetiap pojokannya dirancang untuk mempermudah kegiatan senggama. Setidaknya kami semua dapat beristirahat dengan baik.
Pampanga, San Fernando – Agustus 28
Siang bolong di San Fernando, kami diundang makan di rumah teman. Makan besar. Sang ibu memasak banyak makanan yang sangat enak. Kari ayam, babi goreng, ikan goreng dan sayuran yang rasa bumbunya begitu tebal dimulut. Lalu kami meredam terik panas matahari dibawah pohon-pohon rindang belakang rumah, dipinggir tempat pembuangan sampah berhiaskan graffiti “Punk’s Not Dead”. Uang‐uang receh peso kembali dikumpulkan, berbotol brandy dan bir kami tenggak bersama tawa candaan perihal hotel mesum semalam. Tak ada kata terlalu awal untuk sebuah kesenangan. Selepas ronde kedua santap nasi dengan perut penuh alkohol, sebelum beranjak ke tempat acara, beberapa dari kami menyempatkan untuk mengunjungi dapur sang ibu untuk tulus menyampaikan terima kasih.
Sore menjelang malam kami telah berada di lokasi acara. Hanya untuk menyimpan barang dan peralatan sebelum melanjutkan lagi ke studio radio untuk melakukan sesi on air promo tour dan wawancara singkat. Acara radio komunitas mandiri tersebut diberi nama Eksena Lokal. Juga mereka menerbitkan fanzine newsletter dengan nama yang sama. Sebuah upaya untuk mempererat jaringan yang patut diapresiasi.
Lanjut ketempat acara, lapak‐lapak dagangan sudah berjajar. Didalam, band pertama mulai mempersiapkan bebunyian. Namun saya masih diluar dan terkesan oleh dua buah mesin karaoke serupa perpaduan jukebox dan mesin permainan arcade yang dari sudut pandang tertentu mirip bentuk wajah robot. Dengan memasukan koin siapapun bisa memilih lagu kesukaannya. Namun sialnya saya tidak berkesempatan untuk mencoba mesin tersebut, karena tak sepeser pun koin disaku saya. Kami hanya bisa mengambil alih audio kontrol dan memainkan bebunyian crust punk yang acap kali diselingi disko. Apa terbalik ya, disko yang diselingi crust punk? Ah, siapa ambil peduli! Malam ini kami datang untuk bersenang‐senang!
Entah memang Notorious Scene ini kecil atau memang semua terlibat begitu aktif, acap kali saya lihat orang yang sama tampil di beberapa band yang beda. Berganti peranan. Sesekali memukul drums. Sesekali bermain gitar. Juga sesekali menjaga pintu venue. Damn active scene!
Sebetulnya saya tidak lagi terlalu ingat bagaimana Kontrasosial bermain malam itu. Hanya ingat sepintas kalo saya sempat bermain gitar sembari melakukan stage dive. Dan kalo gak salah ada salah satu perangkat audio yang jebol. Itupun entah sebelum Kontrasosial perform atau sesudahnya. Gila, memori otak ini sudah tidak sekuat dulu lagi. Sebentar, mungkin saya harus mabuk dulu agar frekuensi ingatan bisa sama lagi.
Selepas gig beberapa kawan menyempatkan bermain skateboard di pelataran pertokoan sambil menunggu jeepney sewaan muncul untuk membawa kita menuju tempat pemberhentian bus tujuan Manila. Dipinggir jalan jalur cepat. Entah karena saat itu malam sudah terlalu larut, bus yang dinantikan tak kunjung datang. Kawan-kawan di scene terkait berinisiatif menghalau lelah dan risau kami dengan membelikan lagi beberapa botol emperador. Setelah dua botol tandas tak bersisa kami memutuskan untuk menaiki bus dengan tujuan terdekat ke arah Manila.
Makati, Metro Manila – Agustus 29
Kami tiba di posisi terdekat terkait mendekati fajar dan masih harus berjalan kaki, dalam hujan gerimis, menuju tempat tinggal Bam, kurang lebih 4 blok. Lumayan.
Siang, selepas terbangun dari istirahat dan santap makanan cita rasa Indo masakan Eci, juga bermain bersama Arka, kami memastikan tiket pulang terlebih dahulu dan mulai bersiap menuju Tiu Theatre. Suatu bangunan di tengah kota yang diperuntukkan bagi kegiatan seni dan budaya anak muda urban. Gig kali ini diorganisir oleh Flower Grave Collective dan beberapa kolektif lain di Manila. Melibatkan pameran karya, workshop berbagi kemampuan alternatif dan screening dua film dokumenter lokal. Saya sendiri ikut mengisi sesi membuat kolase bersama pada sebuah papan memanjang yang saya temukan disekitaran gedung. Sedangkan Kenji ikut memamerkan beberapa karya hand draw nya dan menggambar spontan di kertas besar yang menempel di dinding sana. Diantara jajaran spot workshop ada salah satu kegiatan yang menarik, sleeping workshop, yang disediakannya hamparan tikar dan bantal bagi siapa saja yang merasa perlu tidur. Tentu saja saya mecobanya, meski tak lama.
Pada hari itu pula kami mendapatkan kabar bahwa Rumah Api, space alternatif di Kuala Lumpur, digerebek satuan polisi lokal ketika melangsungkan sebuah acara. Beberapa kawan ditangkap dan dipenjarakan, perangkat suara juga turut diangkut. Aksi solidaritas spontan kita lancarkan saat itu juga bersama kawan‐kawan di Filipina.
Acara musik dimulai ketika sore menjelang. Tampak kawan‐kawan dari kota sebelumnya yang kami kunjungi turut hadir. Pula beberapa band kawan‐kawan Filipna yang ikut pada perjalanan tur kali ini turut tampil. Mosh pit cukup liar. Bahkan ada yang berdansa masih menggunakan seragam kerja. Putaran berbotol‐botol bir dan whiskey juga vodka lokal dan lintingan ganja masih terus berjalan, berpindah mulut. Kalo diingat‐ingat, tampaknya selama tur ini lebih mudah mendapatkan bir daripada air mineral. Apa lacur, saya tetap meminumnya juga. Dan itu pula lah yang membuat saya terlalu giting saat menjawab sesi wawancara untuk projek video dokumenter seorang kawan.
Metro Manila – Agustus 30
Hari terakhir di Filipina. Sembari menunggu jadwal keberangkatan menuju Jakarta malam hari, siangnya kami habiskan dengan melihat‐lihat sekitar kota. Berjejalan di pasar tradisional dalam pencarian barang bekas dan cinderamata, memasuki gereja tua, hingga nongkrong bersama kawan‐kawan yang turut mengorganisir rangkaian tur ini sambil minum‐minum di benteng tua didepan barisan gedung sekolah hingga sore menjelang dan waktunya berangkat pulang.
Bandung – September 1
Setelah hari kemarin, yang saya habiskan dengan berkumpul bersama keluarga, hari ini kami jadikan penutup rangkaian tur Global DIY Conspiracy. Adalah sebuah gig solidaritas terhadap penggerebekan Rumah Api dan penyebaran informasi atas masih ditahannya salah seorang kawan dari Rumah Pirata yang dikarenakan suatu masalah di kelengkapan surat imigrasi dan passport.
Gig yang diadakan di Klub Racun itu sendiri terasa begitu intim dan nostaljik. Setidaknya bagi saya yang baru kali ini berkesempatan mengunjungi karena tidak lagi tinggal di kota yang sama. Salah satu mimpi kawan‐kawan untuk membuat ruang otonom sendiri yang bisa mengakomodir beragam kegiatan kolektif telah terwujud. Tenda pleton dengan coretan graffiti disana‐sini yang kini berdiri semi permanen itu menelan orang-orang yang nongkrong seraya perangkat musik dan bar yang dikelola secara swadaya kedalamnya. Sementara diluar, hamparan pemandangan kota Bandung timbul secara tipis disela‐sela kepekatan kabut.
Tuh kan! Gara‐gara memori nostaljik terkait tulisannya jadi agak terasa melankolis… Bukan apa‐apa sih, ntar kepanjangan ceritanya. Lagipula ngebul juga nih otak inget‐inget terus kejadian yang udah lalu. Baiknya saya sudahi sajalah dulu jurnal tur kali ini ya.
[ B//A ]

GLOBAL D.I.Y CONSPIRACY TOUR 2015

Posted in Uncategorized on August 23, 2015 by kontrasosial

IMG-20150823-WA0001

Kontrasosial will be hit the street of Malaysia and Philippina.

You’ve been warned!

Kota Kinabalu | 22 August 2015

kontrasosial - kinabalu

Dasmarina | 26 August 2015

IMG-20150823-WA0004

received_10153135342042648

received_10153135339372648

Pampanga | 28 August 2015

IMG-20150823-WA0002

Metro Manilla | 29 August 2015

received_10153157441182648

received_10153171304867648

Klub Racun | 1 September 2015

IMG_20150818_034204

Kontrasosial Distort Australia 2015 Tour – CANCELED!

Posted in News and Infos with tags on February 18, 2015 by kontrasosial

Hi all my friends,
We are really sorry that we can’t make it.
Sorry for the cancellation of our tour due to the impossible situation. Yes, our visa applications have been declined.
We feel sad and disappointed but it’s all useless. We thank you for your priceless help, effort and support. We both have tried our best.
Who knows, we would make it someday.
NEVER GIVE UP!!!
Love,
Kontrasosial

Thanks to all the bands on the bills. Some show canceled and some will go ahead anyway, in order to recoup costs and distribute some merchandise and records. Please come and show your support!

Anyhow, Kontrasosial will go ahead on short tour to Bali, Lombok and Java with this dates;
20 Feb – Bali
21 Feb – Lombok
24 Feb – Malang
25 Feb – Kediri

kontrasosial - never give up tour

Kontrasosial – Distort Oz!

Posted in News and Infos on January 18, 2015 by kontrasosial

distort -oz

Bandung’s D-beat raw punk KONTRASOSIAL are making the trip for a long awaited tour of Oz.

———-
Wed, Feb 25th – Newcastle
@ Croat with Zex [Canada], obat batuk, Rort Menace, Nailhouse, Dog.
https://www.facebook.com/events/364355817070432/

Thurs, Feb 26th – Sydney
@ Blackwire with Unknown to God, Darkhorse and Obat Batuk.
https://www.facebook.com/events/432777146871121/

Fri, Feb 27th – Byron
@ Swamphouse with Common Enemy, Krigdoda, Wallcolapse + more. https://www.facebook.com/events/932088710136940/?ref_newsfeed_story_type=regular&fref=nf

Sat, Feb 28th – Brisbane

Sun, March 1st – Adelaide
@ Mad Mouse Alley with Terania, Grimalkin, Apteria & more TBC
https://www.facebook.com/events/1525908051010542/?ref_notif_type=plan_user_joined&source=1

March 6-8 – Such Is Life Festival, near Melbourne, Victoria.
https://www.facebook.com/pages/Such-Is-Life-Festival/447552285332349
———-

https://kontrasosialkomunike.wordpress.com/

SAVE THE DATE! Tour poster, venue & support info, as well as individual show flyers & event info COMING SOON.

Bebaskan EP. Repressed on Cassette

Posted in News and Infos on January 18, 2015 by kontrasosial

Kontrasosial – Bebaskan EP (2005) repressed on cassette by Four Pairs & Alternaive | 100 copy and hand-numbered.
Featuring “anthemic” Kontrasosial’s tracks such as W.T.O, Death to capitalist punk rock, Kontrasosial, and 10 others.

10408491_10203545181326556_349790690673263280_n

Kompilasi Benefit Pustaka Nada Masa Kini

Posted in News and Infos with tags , , on May 12, 2014 by kontrasosial

 

pustaka nada masa kini

 

Kontrasosial turut berkontribusi dalam kompilasi PUSTAKA NADA MASA KINI [sebuah kompilasi benefit untuk PERPUSTAKAAN ZINE BANDUNG*] yang dirilis oleh Network of Friends Bandung.

Dalam kompilasi ini Kontrasosial memasukkan lagu berjudul D.I.Y Militia. Sebuah lagu yang kami coba dedikasikan untuk para kawan yang masih yakin bahwa kemandirian bisa dilakukan secara total, seraya berusaha untuk meminimalisir ketergantungan terhadap kapitalisme global.

Untuk informasi lebih jauh tentang Perpustakaan Zine Bandung atau cara untuk mendapatkan CDr kompilasi benefit ini, dan atau ingin turut berkontribusi dalam ragam cara lain silahkan kontak langsung Perpustakaan Zine Bandung.

*Perpustakaan Zine Bandung merupakan sebuah ruang mandiri yang dapat  mempermudah akses dan informasi tentang media alternatif, khususnya zine.

Kontrasosial Vol. 4 Out in Philippines

Posted in News and Infos on March 21, 2014 by kontrasosial

Released from: Sickos Records vs Delusion of Terror Records 

Bh_A8ahCAAEmgdU

KONTRASOSIAL // HELLCORE – Split EP.

Posted in News and Infos on March 21, 2014 by kontrasosial

KONTRASOSIAL // HELLCORE  – Split EP.  

[CD and Cassette]

Hell Is Others Recs + Sun Wish Recs.

2014


BjJRt4sCMAAx7CK

BiJBYFBCIAEgX3Z

Kontrasosial Vol. 4 Audio Review in Lemari Kota

Posted in News and Infos with tags on February 27, 2014 by kontrasosial

Kontrasosial Vol. 4 Audio Review in Lemari Kota

Kontrasosial “Vol.04”, CD (Self Released, 2013)

 
 
 

Apa yang harus saya katakan? kalo perlu saya bilang ini bakalan jadi rilisan yang lagi-lagi masuk kategori esensial. Kurang apa lagi coba? Oke mungkin ini terdengar berlebihan, tapi apa yang kamu perlu lakuin adalah berhenti jahit patches butut kamu dan luangkan waktu buat dengerin rilisan ini. Kontrasosial kembali lagi dengan materi terbaru ditambah satu cover dari Disclose “Conquest”.

Pertama kita bakalan disambut sama intro yang isinya noise doang yang kemudian disambung track pertama “Milik Kita” di awali sama permainan bass nan lihai, langsung geber irama D-Beat tanpa henti. Wuaaaah! mantap sekali! Saya terlalu males buat ngereview satu per satu materi mereka. Yang pasti saya suka banget track “Dunia Dalam Depresi” yang lagi-lagi di sini Ken Terrror memperlihatkan kepiawaiannya bermain bass selain dia jago bikin studs jacket yang keren. Hehehe…

Ngomongin lirik, nah ini yang saya suka dari mereka karena Kontrasosial benar-benar memanfaatkan media lirik sebagai penyampai pesan. Pemilihan kosa katanya juga bagus, tau sendirilah kalo bikin lirik pake bahasa Indonesia salah dalam pemakaian kata kedengarannya jadi jelek!

Bagi saya sendiri sih rilisan ini tuh jadi semacam titik balik dari album sebelumnya, Endless War, soalnya saya butuh waktu lama sih buat suka sama materi mereka di album itu. Mungkin karena di materi mereka kali ini intensitasnya meningkat, jadi saya cepat banget sukanya. Bukti bahwa band lokal emang gak kalah keren sama band luar sana. Dukung aktivitas kemandirian dengan membeli rilisan ini! (Ahmad Alif Ivanka) 

Kontrasosial Vol. 4 Audio Review in Warning Magz

Posted in News and Infos with tags on February 27, 2014 by kontrasosial

Kontrasosial Vol. 4 Audio Review in Warning Magz

Kontrasosial – Vol 4

Label: Kontrasosial Komunike Record

Watchful Shot:  Milik Kita-Anti Politik-Beer Anthem

WARN!NG Level: ***1/2

 

 

Vol 4 tak segelap rekaman-rekaman Kontrasosial sebelumnya yang kental dengan sound black metal. Album ini cenderung lebih kacau dengan d-beat / scandinavian crust yang diikuti screamyang samar pada vokal. Kontrasosial langsung membakar telinga lewat “Milik Kita”. Dentuman d-beat dengan scream ala Warvictim, menegaskan manifesto Kontrasosial: alternatif hidup milik kita, perlawanan ini selamanya, punk anarkia!

Serangan terhadap partai politik disuarakan dengan gamblang lewat “Anti Politik”. Lagu berdurasi dua menit lima puluh dua detik ini, bisa disejajarkan pada rekaman-rekaman terbaik mereka seperti “Bikin Sendiri”, “Manifest” dan “WTO”. Di nomor “Stop Fanatism” mereka berteriak tentang penolakan terhadap fanatisme. Riff punk rock terdengar pada “Dunia Dalam Depresi” dengan vokal yang bergema, nomor tadi berbicara tentang dunia yang sedang tidak baik-baik saja.

Meski lirik menyuarakan perlawanan terdengar dominan, Kontrasosial tak lupa untuk bersenang-senang. Lewat “Beer Anthem”, sebuah nomor dengan hook yang catchy, sangat cocok mengiringi pogo mabuk di gigs. Dan apresiasi terhadap mereka yang bertahan dengan DIY (Do It Yourself) dipersembahkan lewat “DIY Militia”. “Kalian yang bertahan hidup pada titik maksimal, kalian yang menolak ada dalam aturan” adalah penggalan lirik yang tertuang di lagu dengan aroma Resistant Culture tersebut.

Kembali menyinggung nomor “DIY Militia”, band yang pernah tur Eropa ini tak hanya bicara, mereka menerapkan konsep ini dalam merilis album secara mandiri. Bahkan proses produksicover album juga mereka sablon sendiri. Mengutip slogan pada pembungkus album ini “DIY Punk: Community, Network, Respect”. Tetap berada di jalur DIY selama sepuluh tahun di tengah meroketnya musik cadas adalah sebuah perlawanan sederhana yang nyata. [TW]